Critical Eleven Sebuah Rasa Sakit, Romantisme Pasangan, Tawa & Bahagia, dan Kehilangan

Review  Critical Eleven

 
Kalian ga akan ngerti sama judul dan covernya kalau kalian ga baca sinopsinya. Sama seperti gue untuk kedua kalinya lihat buku ini di gramedia. Jadi gue kasih sinopsisnya.   
Judul : Critical Eleven
Pengarang : Ika Natassa
Penyunting : Rosi L. Simamora
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Tebal : 344 Halaman
No. ISBN:978-602-03-1892-9
Genre: Fiksi, Metropop
Google

 

Dalam dunia penerbangan, dikenal istilah Critical Eleven, sebelas menit paling kritis dalam pesawat-tiga menit setelah take off dan delapan menit sebelum landing– karena secara statistik delapan puluh persen kecelakaan pesawat umunya terjadi dalam rentang waktu sebelas menit itu. It’s when the aircraft is most vulnerable to any danger.

In a way. I’ts kinda the same with meeting people. Tiga menit pertama kritis sifatnya karena saat itulah kesan pertama terbentuk, lalu ada delapan menit sebelum berpisah- delapan menit ketika senyum, tindak tanduk, dan ekspresi wajah seseorang tersebut jelas bercerita apakah itu akan jadi awal sesuatu ataukah justru menjadi perpisahan.

Ale dan Anya pertama kali bertemu dalam penerbangan Jakarta-Sydney. Tiga menit pertama Anya terpikat, tujuh jam berikutnya mereka duduk bersebelahan dan saling mengenal lewat percakapan sertwa tawa, dan delapan menit sebelum berpisah Ale yakin dia menginginkan Anya.

Kini, lima tahun setelah perkenalan itu, Ale dan Anya dihadapkan pada satu tragedi besar yang membuat mereka mempertanyakan pilihan-pilihan yang mereka ambil, termasuk keputusan pada sebelas menit paling penting dalam pertemuan pertama mereka.

 

Readers Expression

Membaca Critical Eleven? Tiga menit pertama yang menyenangkan, delapan menit terakhir yang mengesankan, dan hanya butuh kurang dari 11 detik untuk memutuskan bahwa ini adalah karya favorit saya dari Ika Natassa. Ika sebagai pilot, mengendalikan segalanya dengan sangat baik dan berakhir dengan super smooth landing. Impressive! I absolutely love this book! Romantic and uplifting. This book is success full put a smile on your face and also make you think.

by Ninit Yunita 

Aku paling suka cara berceritamu yang kaya main puzzle. Entah kenapa berasa tidak beraturan tapi justru sangat terkendali, seolah-olah dirimu memegang kontrol tentang apa yang penting dan tidak penting dari seluruh cerita ini dan kami yang baca jadi ikut percaya padamu. Nah, itu artinya, kak, dikau sejauh ini. 

 by Rosi Simamora

 

Ini Penulisnya
 

Opini

Gue ga tahu harus mengungkapkan perasaan gue sama buku satu ini. 
Pertama kali gue baca *dalam bentuk novel* pertama kali itu juga gue jatuh cinta. 
Tiga kali gue baca full tanpa longkap-longkap, tiga kali itu juga air mata gue ga mau berhenti.
Ga ngerti lagi gue, 
 
Ya, I know, kadang-kadang kita sebagai perempuan suka drama. Jadinya, pas selesai baca ini novel, drama plus melankolis gue keluar. Sampai harus berkali-kali gue menenangkan diri sendiri.
Pergi ke toko buku buat cari buku lain yang lebih menghibur *gatot*
Jalan-jalan sambil pegang kamera *ga tahan lama*
Makan es cream hangen das plus red velvet fav gue di Unio hasilnya *sama aja* 
Sampai gue bilang, ya udah deh, nyerah aja. Tar juga lupa sama itu cerita, anggap aja gue dapat pelajaran berharga dengan cerita fantastik masuk ke rasa gue yang paling dalam *mulai lebay* hahha 
 
Udah-udah
Sekarang nulisnya serius dikit.  
 
Satu hal yang mau gue bilang dan ini saran gue yang gue kutip dari Jenny Yusuf , buku ini memang harus dinikmati dengan segelas kopi hangat atau paling nggak baca di kamar sendirian. Ya … You know why? 
Okay 
The first I read this book in the form of short stories Autumn Once MoreWaktu baca cerpennya, dengan judul yang sama, gue cuma bilang Anjriiiiit segitu doank, garing abis, gantung, dan yang pasti rasanya keki banget. Sampai gue berdoa, semoga aja ini jadi novel dan ga perlu waktu lama akhinya keluar deh cerita singkat di kumpulan cerpen Autumn Once More dalam bentuk buku berjudul Critical Eleven. Sejujurnya gue ga langsung beli, karena saat itu gue lagi ada ujian kalau ga salah. Jadi harus ditunda, sampai gue beli bukunya yang udah terbitan kesekian. 
 
Critical Eleven karangan Ika Natassa merupakan buku kesekian yang gue miliki dan buat gue buku ini berat. Mengandung banyak unsur perasaan yang terkikis, tawa disaat bersamaan bahkan hal romatis sekali pun. Ada banyak hal yang bikin gue sampai berpikir, gue rasa kalau gue jadi tokok utama di dalamnya, gue mungkin udah gila. Bertahun-tahun menunggu, sembilan bulan rasa senang yang tak terbendung dan terbalas dengan guncangan batin terhebat untuk sebuah kehilangan sukses bikin gue jantungan bacanya. 
 
Setiap kata yang tuangkan kak Ika di Critical Eleven mampu membuat siapa saja merasakan menjadi Ale atau Anya si tokoh utama. Belum lagi terbentuk dua kubu antara #teamAnya atau #teamAle yang masing-masing punya pembelaan atau menyukai salah satu dari tokoh tersebut. Buat gue peribadi, tidak ada team Anya atau Ale yang ada hanya sebuah cerita tentang dua tokoh yang memiliki rasa kehilangan tapi tidak sanggup untuk berbagi, tidak sanggup memberi maaf dan tidak bisa berbuat apa-apa selain melihat dan menunggu. 

Btw, buku ini juga menceritakan tentang perjalanan, perjalanan hidup kalau kata gue. Lo yang baca buku ini akan melihat traveling dari sudut pandangan yang berbeda. Disuguhkan tempat-tempat biasa tapi diceritakan dari sudut pandang yang luar biasa. Bagi Anya, traveling is life, job demands dan tempat untuk menghilang sesaat sebelum kembali kepada kenyataan. Kembali kepada kenyataan bahwa dia masih memiliki Ale, memikirkan Ale, mengingat Ale, masih akan pulang dan bertemu Ale. Sampai suaminya itu kembali ke teluk Meksiko yang jaraknya ribuan mill untuk tiga puluh lima hari kedepan.   

DiFilmkan 

 
Penasaran ga sama sinopsis dan penjabaran gue? 
Yang belum baca mending segera baca. 
Soalnya, Critical eleven akan difilmkan. 
 
Covernya sudah beredar

Yap.. ini bukan kabar angin lalu ya, CE singkatan dari critical eleven memang akan di filmkan. Pemerannya sendiri sudah di publish oleh penulisnya, Reza Rahadian sebagai Ale dan Adinia Wirasti sebagai Anya. Bukan hanya sebuah rencana karena Jenny Yusuf sudah di pilih sebagai scriptwriter dari novel ini dan disutradarai oleh Monty Tiwa.  

 
Gue dan para penggemar novel ini sudah menanti-nanti film yang rencananya akan coming soon di bioskop-bioskop Indonesia tahun ini. Nggak sabar gimana Reza merani Ale serta Adini yang jadi Anya, belum lagi dengan Haris yang jadi adenya Ale. (baca Antologi Rasa kalau mau tahu ceritanya Haris) Gue gemes nungguin playboy satu ini sih! hehe
 
Walaupun banyak yang ga sabar dan senang menyambut CE dijadikan film banyak juga kok yang ga suka dan itu kembali ke pendapat masing-masing. Mungkin yang ga disukai mereka itu karena yang meranin Ale kurang memenuhi kriteria, soalnya kak Ika menggambarkan Ale itu tinggi dan punya badan bidang yang menggoda untuk dipeluk dan sayangnya Reza kurang memenuhi kriteria itu. 
 
Tapi kembali lagi ke kehidupan nyata, kita ga akan pernah nemuin tokoh yang cocok untuk sosok yang ada di Novel. Selaginya ada mungkin dia bukan aktor atau kalau dia aktor dia ga bisa meranin sosok Ale karena kemampuan akting yang nggak sesuai. Dan sekali lagi gue ingetin, semua tergantung dengan pendapat masing-masing. Salah satu Dosen gue dulu pernah bilang begini “Jangan pernah membandingkan film dan novel. Karena keduanya punya media yang berbeda, sudut pandang yang tidak akan mungkin sama serta cara kita menikmatinya” 
 
So… sebelum mengkritik, baca dulu filmnya dan nonton dulu bukunya. #eh terbalik ya hehe
 
Gue harap film ini ga mengecewakan kita semua.
Semoga harapan kita sama dengan harapan pemain agar bisa menghidupkan setiap tokoh, visulnya tidak mengecewakan, dan selamat bertemu di dunia hayal masing-masing untuk menikmati setiap detik dari film ini.